Truyen2U.Top - Tên miền mới của Truyen2U.Net. Hãy sử dụng ứng dụng 1.1.1.1 để đọc truyện nhé!

The one get hungry (Bastoro)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng









Aku punya banyak penyelasan, diantara seluruh penyesalan itu hal yang paling membuatku ingin memutar waktu adalah menerima ajakan yogi atas 'liburan' pendek acaranya. Aku tidak tahu apakah ini liburan apa penyiksaan.

Lebih baik jika aku meringkuk di bawah selimut hangat dari pada duduk di atas motornya ketika langit sedang jelek jeleknya dan perjalanan kami masih 16 jam lagi. Pantatku sudah mati rasa, kakiku seperti mau putus, tubuhku terasa sangat berat di tambah aku kelaparan. Sungguh ironis mengapa ada banyak orang menyebut hal ini sebagai hobby mereka.

Aku tahu sejak dulu, saat kami(aku dan yogi) masih bersekolah, yogi gemar pada kendaraan seperti pria lainya, karena sejak dulu yogi ketimpahan banyak uang jadi ia bisa semena mena membeli kendaraan hanya untuk koleksinya. Hal anehnya adalah yogi tidak enak hati untuk memakainya, jadi deretan mobil atau motor kesayanganya hanya ia pajang, yang ia pakai kesekolah hanya satu motor yang sudah kucel penuh borat barat sana sini kebangaan dirinya.

Berbeda dari kakaknya, hadin memiliki peran memakai seluruh kendaraan yogi dengan diam diam lalu menghancurkanya dengan reflek, sepertinya skill pasif miliknya memang menghancurkan. Jika sudah hancur, maka yogi akan membenarkanya, berhari hari di dalam bengkel hanya untuk mengutak atik barang rusak tersebut.

Beberapa kali yogi memang kerap touring dengan hadin, semakin naik umurnya semakin tinggi levelnya. mereka berdua bisa saja pergi ke dubai sambil mengirim motor mereka melewati cargo lalu touring membelah hamparan gurun, di atas jalan aspal yang panas nya dapat melelehkan swalaow ku, pasti mereka girang sekali aku tebak, ditambah motor yang mereka miliki memang pas untuk di pakai jadi bandit gurun pasir.

Dan mungkin saja setelah menikah denganku yogi sedikit melupakan hobbynya karena aku kurang suka berkendra. aku gemar memakai mobil, lalu aku tidak suka berganti ganti mobil alasanya karena aku perempuan, barang barangku sudah di taruh hanya pada satu mobil.

Nah entah dari kapan Yogi mulai melakukan kegiatan rutinanya untuk riding lagi di akhir pekan, lalu secara tiba tiba dia mengajaku untuk touring ke bali bersama komunitasnya. Sialnya aku saat itu sudah tergoda dengan tempat yang di tuju tampa memikirkan perjalan kesananya.

Hadinata dan Cezka tampak tertawa asik ketika akhirnya kami sampai pada titik point peristirahatan pertama touring kami menuju bali pada pukul 10 malam, di daerah jogja pada sebuah restorant kuno. Motor motor di biarkan terparkir di luar, di guyur hujan, sedangkan kami buru buru meneduh.

Yogi membantu hadinata melepas mantel nya ketika aku berjalan menuju kasir, memesan makanan untuk meredakan rasa laparku. Cezka ke toilet sepertinya. Jadi aku mengantri bersama para ibu ibu lainya yang di paksa ikut juga dalam kegiatan touring ini. Ada sekitar 9 perempuan, 2 diantaranya memang anggota komunitas riding, dan 7 sisanya pasangan yang di bawa dalam touring ini. Tadi saat absen awal aku mengamati ada 28 orang dengan 21 motor harley berbagai jenis. Rata rata usianya beragam, tapi sekitar 30 keatas, aku termasuk deretan yang muda tapi sudah menikah, ada axelle yang lebih muda, berumur 24 tahun.

"Bu Shan mau pesen apa? Billnya di jadiin satu aja ya bu." Salah satu para ibu ibu itu menegurku. Entah karena kelaparan, butuh beberapa detik untuk menangkap bahwa mereka sedang berbicara denganku,

Aku menganguk ramah, "iya bu? Eh? Ini semua memang di satuin?" Tanyaku linglung

Mereka serempak menganguk, "biar gak ribeet, dekk"

aku ikut saja, jadi setelah menaruh list menu makanan aku, yogi, hadin dan cezka, aku segera duduk kembali ke kursiku. Mereka bertiga sedang duduk disana, asik berbaur dengan yang lain bercerita pengalaman pengalaman menarik dari jakrta hingga titik ini.

Menurutku itu bukan pengalaman menarik, pertama yogi berada di barisan tengah yang nyaris saja jalur nya keputus akibat kerpotong rel kereta api, hampir kami mengambil track baru jika cakra tidak segera melaporkan jalan yang mana harus kami ambil melalui ht. Lalu ketika memasuki kawasan jawa tengah kami harus di guyur hujan deras, menyebalkan karena itu semakin menyeramkan, aku semakin lapar.

Yogi tersenyum memandangiku yang berjalan ke arahnya, ia jelas sadar akan moodku yang mendadak jelek ini makanya ia berpesan kepadaku untuk memesan seluruh makanan yang aku inginkan, yogi yang selalu marah karena aku selalu buang buang makanan kini membiarkanku memenuhi nafsu ego laper mataku.

"Ra, jadi berapa nih makananya?" tanya cezka, dia bersiap mengeluarkan dompet coklatnya. Gerakanya ini langsung di tahan oleh hadin, "dibayar sama gue, cez!"

cezka tampak menyeringit, "loh kan sepakat makan bayar sendiri sendirii? Gue masa samsek gak ngeluarin uang?!" Ia protes

Hadin menganguk, "iya soalnya kan gue yang ajak?"

mereka masih bertengkar ketika aku sudah duduk di sebelah yogi dengan lemas, "bayarnya ke bu Susi, di gabung bill nya. Tapi menu kita udah gue bayar ke beliau tadi." Ujarku seraya menyerahkan dompet yogi kepadanya, mungkin kalimatku barusan ada yang perlu di koreksi, udah di bayar yogi. Lebih tepatnya.

Tangan yogi terangkat merangkul pundaku, tanganya perlahan bergerak memijat pundaku dengan lihai. Ia tersenyum manis sambil merayuku yang masih cemberut, "badanya pegel?"

"Bangett." Jawabku penuh drama.

Pak shaleh yang duduk di sebrang kami mendadak menimbrung melihatku di pijat oleh yogi. "Baru pertama kali touring ini bu shan?" tanyanya basa basi

Yogi menjawab mewakili diriku, "iya pak, jadi badanya belum terbiasa nih hahaha."

Pak shaleh ikut tertawa lalu ia mendekatkan tubuhnya pada kami. "Bu shan jangan lupa di jalan jangan bengong ya, baca baca aja."

eh?

mataku membelak menoleh pada yogi untuk melihat responya, berbeda denganku yang kebingungan yogi malah terlihat biasa saja. "Iya nih pak, banyak ngelamun nih di jalan. Lagi bete juga makanya badanya jadi pegel." Kata yogi, matanya tersenyum kepadaku seolah aku paham dengan kalimatnya barusan.

"gimana, gi?" Tanyaku menuntut penjelasan

Tangan yogi kini menepuk nepuk pundaku seolah ada remah remah kotoran disana, ia juga mengelus pucuk kepalaku tiga kali dengan lembut dan di tutup oleh kecupan di dahiku singkat. aku juga sempat mendengar dia berbisik,

"Pergi ya, kasian istri saya."

Aku mengurungkan niatku untuk bertanya lebih lanjut pada yogi, aku tidak ingin tahu.


_____





Hujan belum reda tapi perjalanan harus tetap di lanjutkan untuk mengejar waktu. Sudah terlalu lama kami menetap pada titik point pertama, jika jauh lebih lama maka kita tidak akan sampai pada kapal penyebrangan sesuai waktu yang di tentukan. Bisa bisa kami sampai di bali saat matahari sudah bersinar terik di siang hari, aku tidak mau.

Sebelum berangkat bu susie menghampiriku, ia juga menitipkan satu plastik berisi daun bidara juga kayu manis pada saku mantel hujanku. Katanya sakunya penuh jadi ia titipkan padaku, tentu saja aku tidak bisa menolak, aku belum berani untuk bisa menolak istri pemilik pertambangan batu bara.

Perjalanan kembali di lanjutkan, kali ini hadin dan cezka masih tetap berada di belakang bersama rombongan lainya yang mengurusi anggota jika terdapat trauble pada motor. Yogi kini mengendarai dengan santai melihat jalanan yang terjal dan hujan yang semakin deras, ditambah kami semakin sering melewati perhutanan.

Rasanya lega jika jalur menuju ke arah kota, aku bisa bernafas dengan lega melihat lampu lampu dan tanda kehidupan manusia. Namun jika jalanan mulai menunjukan area sekitar penuh pepohonan aku mulai mendekatkan tubuhku pada yogi, mengalungkan tanganku di pingangnya dan terus ikut mengamati jalan dengan seksama, takut jika yogi mulai mengantuk dan kami terperosok jatuh ke dalam sana.

"Gelap banget ya" ujarku membuka percakapan.

"Badanya masih pegel?"yogi melempar topik lainya.

Aku mengeleng, menaruh daguku pada atas pundaknya. "Abis makan, entengan."

"Jangan ngelamun yaa,"

"enggakk" ujarku berusaha meyakinkanya. Aku tidak melamun, aku sibuk mengerutu kelaperan perjalanan tadi, kini mood ku jauh lebih baik.

Sorot lampu motor yogi masih membelah gelapnya hutan, suara deru motor di depan dan di belakang kami bersaut sautan dengan suara jangkrik jangkrik serta air hujan yang jatuh mengenai permukaan bumi. Malam ini sungguh berisik, segala macam suara memenuhi telinga dan kepalaku.

"Kamu menstruasi kapan, ra?" tanya yogi melanjutkan topik kembali.

Aku sedikit berfikir, "bulan ini belum sih, kenapa? Udah ada tanda tandanya yaa?" Ujarku lalu tertawa pelan, yogi ikut tertawa tahu aku bisa menebaknya.

Yah mungkin saja perubahaan moodku ini sudah yogi kenali sebagai awalan dari periodku. Kami sudah menikah 4 bulan, sebelumnya sudah mengenal 2 tahun. Yogi sudah menemui sisiku saat menstruasi lebih dari 10 kali, jadi sudah di pastikan ia hafam akan polanya.

Tiba tiba aku teringat cezka, jadi ku tengokan kepalaku ke belakang untuk melihat deretan motor lainya.

alih alih melihat sorot lampu cahaya yang banyak, aku malah hanya melihat satu motor di belakang kami, motornya Pak Kai yang besar. Setelah itu kosong tidak ada motor lainya di belakang pak kai, padahal jalanan sedang lurus, jadi sejauh apapun gap diantara kami aku bisa melihat lampu lampu disana, tapi kini benar benar gelap.

"Gi gi! Kayaknya rombongan belakang berhenti deh?" Tanyaku panik, menepuk nepuk pundaknya.

Yogi melirik spion, ia memelankan laju motornya. "Loh iya?"

Pak kai yang sadar akan hal ini membunyikan klaksonya sambil mempercepat lajunya, beliau menyamakan motornya dengan kami. "Dek tadi di ht ada informasi orang belakang ada trauble gak?" Pak kai bertanya kepadaku. Sebab aku yang standby memegang ht.

Aku menggeleng, "gak ada pak, biasanya kalau ada yogi juga bisa denger kan? Ini gak ada kan gi?" Tanyaku panik, mengutak utik ht ku lagi.

"Aduh, iya pak. Gimana nih? Lanjutin aja?" Tanya yogi

Pak kai tampak risau, "saya tanya pak sholeh dulu yak." katanya, sebab pak sholeh juga berada dalam rombongan tengah agak ke belakang ini.

Ketika pak kai melaju, cakra yang seharusnya berada di depan pak sholeh,  memperlambat motornya hingga motor kami berjejeran setelah berturkar kata dengan pak kai. Dengan wajah paniknya ia memberi kami informasi.

"Gi! Kita keputus nih! Rombongan depan gak keliatan, jauh banget gak kekejar! Gue kira deket ternyata pas gue susulin kok gak adaa gap nya jauh banget!" Katanya begitu.

Hal ini memicu kepanikanku semakin jadi, aku mencemram mantel yogi semakin erat.

Cakra ini salah satu anggota yang sepantaran kamu, makanya bicaranya pakai bahasa santai.

"Aduh Cak, orang belakang juga kayaknya lagi berhenti? Gak ada info apa apa juga." Kata yogi

"Iya gue di kasih tau pak kai, lo tau jalan gi?" Tanya cakra

Kepala yogi mengeleng, "tapi pak kai tau jalan kok. Gue sengaja ambil posisi di depan orang yang tau jalan biar kalau ketinggalan gak panik."

Cakra menghela nafasnya lega. "Tapi tetep aja nih, soalnya seinget gue abis turun bukit itu jalananya semakin curan. Katanya si aiden mau berhenti dulu setelah bukit, rembukin mau ganti track lewat kota terus muter apa tetep track awal."

Yogi menganguk, "yaudah kita lurus aja berarti kan? Yang penting turun bukit dulu."

Tepat setelah bicara seperti itu, kami melihat pak sholeh dan istrinya, pak kai, dan Axelle sedang berhenti melipir di pinggir jalan. Mereka tampak seperti sedang berdiskusi suatu hal serius. Jadi cakra dan yogi ikut mematikan motornya dan ikut menepi.

"Kenapa gi?" Tanyaku panik, menahanya turun dari motor.

Yogi mengengam tanganku dengan lembut, melepaskan cenkramanku dari mantelnya. "Ayo ikut turun, jangan jauh jauh dari aku ya."

Atas perintah yogi aku ikut turun dari motor, mengekorinya mendekati pak kai dan pak sholeh yang sedang berusaha menghubungi rekan rekan kami melalui ht. Anehnya tidak ada siapapun yang merespon atas panggilan itu. Suasana semakin mencekam akibat hujan mulai berhenti tapi petir semakin menyeramkan, kadang gelap nya ini terusir sebentar oleh kilatan cahaya yang seakan benar benar di atas kami. Suaranya kencang sampai sampai aku menengelamkan wajahku pada pungung yogi, memeluknya dari belakang sambil menutup kupingku rapat rapat.

"Beneran kenapa gak ada yang jawab gini?" Tanya pak sholeh risau.

Cakra menghela nafasnya, "yasudah kalau gini jalan satusatunya emang harus tetep jalan, berdoa aja ketemu rombongan depan yang lagi berhenti di bawah bukit jadi kita gak nyasar kedepanya."

"Cakra kamu di depan, ya. Saya di belakang, pak shaleh, yogi sama Axelle jaga kelajuan supaya bisa berada diantara saya dan cakra ya." Pak kai langsung mengambil alih keputusan.

Setelah seluruhnya setuju kami kembali naik ke atas motor masing masing, yogi meminta beberapa butir permen kepadaku supaya ia masih bisa fokus kedepanya, katanya matanya sedikit blur tadi.

Rombongan kami kembali melajukan kendaraan dengan extra hati hati karena jalanan depan hanya berisi belokan, tikungan dan turunan. Sebelum jalan tadi cakra memeriksa kekuatan rem kami satu persatu terlebih dahulu, takut jika ternyata rem kami blong mendadam sebelum kami mengetahuinya. Untungnya seluruhnya aman, kendaraan kami masih bisa berjalan dengan kuat.

Aku terus mengajak yogi berbicara, memastikanya untuk tetap terjaga dan fokus akan kesadaranya akibat jalanan benar benar semakin curam dan menengangkan, ditambah air masih membasahi jalanan, ini semakin membuat sudah beberapa kali hatiku terjun akibat ketegangan.

Beberapa kali bergulur diantara kami motornya sedikit terpeleset satu dua akibat jalanan yang licin. Yang patut di apresiasikan adalah pria pria ini cekatan untuk tetap menkontrol kemudi bahkan setelah beberapa kali tergelincir, meminimalisir efek dari kejadian tersebut. Pengalaman adalah guru terbaik, aku yakin mereka semua sudah ahli dalam seperti ini.

Tapi musibah tidak bisa di hindaru, bahkan ketika cakra harus terpeleset dan bersama motornya terseret turun ketika melewati jalanan. Pak sholeh panik bukan main hampir ikut terpeleset jika bukan istrinya yang mengingatinya di depan terdapat bolongan lubang samar.

Kami untuk kedua kalinya berhenti, dan hujan kembali datang sederas sebelumnya. Baju kami belum kering tapi sudah kembali basah. Dalam gelap sekalipun aku bisa melihat wajah mereka semua yang kelelahan.

Jadi dimana letak liburanya?

"Motornya mogok." ujarku memperjelas apa yang terjadi, ketika cakra di bantu berdiri dan berusaha menyalakan kembali motornya.

Aku mengusap wajahku akibat air membasahi wajahku dengan deras, mataku tidak bisa terbuka sepenuhnya akibatnya.

"Tolong ambilin peralatan di samping, ra." Yogi menunjuk bag yang tertera pada space tempat truh barang di motornya. Aku menurut segera membuka kap itu pelan pelan supaya air tidak masuk, lalu mengelurkan tas yang yogi maksud.

jika mogok seperti ini, apakah kami akan mendorongnya hingga bali?

"Ini?"

"Makasih."

yogi terduduk di bawah menguprak motor cakra dengan cepat, di bantu juga dengan tangan axelle yang membuat mereka tampak seperti tukang bengkel dadakan.

"Akinya kena, nih. Ya bang?" Tanya axelle menebak ketika yogi menghela nafas

Yogi menganguk, "kepanasan juga motor lo, cak."

Seluruhnya terdiam.

Cakra menoleh kepada pak kai dengan pasrah, "pak bapak kedepan dulu aja ya? Nyusul anak anak buat minta bantuan atau nyari tempat teduh dulu."

Pak kai menganguk. "Pak sholeh ikut saya ya pak," katanya

Lalu seluruhnya kini menatapku.

Seolah tahu apa yang mereka pikirkan, aku bergegas mendekatkan diri pada yogi. "Ih gi, aku disini kan sama kamuu?" Bisiku panik jika harus di suruh pergi dari dirinya terlebih dahulu.

"Nanti ketemu lagi dek, di depan." Kata pak sholeh

Aku semakin mendekatkan diriku pada yogi, memeluk tubuhnya dengan erat menunggu responya dengan cepat.

Yogi mendekatkan telinganya padaku, kembali berbisik. "Kamu kalau bisa keluar dulu deh dari hutan ini."

"Yogi jangan nakut nakutin." Pekiku sebal, mencubit perutnya jika ia hanya bersusaha menaku nakutiku supaya menurut padanya.

Yogi menaikan alisnya, "loh aku gak bohong? Daunya berguna kan dari bu susi?" tanya yogi  dengan suara yang sedikit cukup lantang.

Mata kami terpaut. Bibirku terbuka tidak percaya.

"Aku kurang tau kenapa, tapi dari indramayu ada yang ngikutin kamu nih."

"Semakin lama semakin banyak"

"Mau aku sebutin mahluk apa aja yang ikutin kamu? Bisa juga ulah salah satu mahluk itu yang buat motor cakra mati"

Mata ku terpejam dengan cepat. sesuatu hal yang aku simpan baik baik dari minggu lalu, yang rencananya aku beri tahu yogi pada esok lusa ketika kami di bali, sepertinya harus bocor di keadaan paling menyedihkan malam ini. Pusing pusing aku merencanakan deretan acara paling romantis dan mengkahuran jika pda akhirnya aku harus bilang padanya di tengah hutan.

"Yogi."

"kayaknya aku tau kenapa mereka ikutin aku."

"aku hamil."

Ada jeda cukup lama diantara aku dan yogi. Wajah pria ini datar, ia tersenyum tidak percaya sebelum akhirnya menghela nafasnya panjang.

Yogi beroh ria sambil memandangi sesuatu di belakangku,

"Jadi yang laper bukan kamu, tapi mereka ya."



_____

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Top